Minggu, 07 Desember 2014

PENGERTIAN, PERAN, FUNGSI, DAN TUJUAN OJK (FEKON UNKHAIR 2012)

OTORITAS JASA KEUANGAN
Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU nomor 21 tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan. OJK didirikan untuk menggantikan peran Bapepam-LK dalam pengaturan dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, dan menggantikan peran Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank, serta untuk melindungi konsumen industri jasa keuangan.

1.     FUNGSI
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan.

2.     TUJUAN
OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
1.     terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
2.     mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan
3.     mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

3.     PERAN
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
1.     kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan;
2.     kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan
3.   kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Untuk melaksanakan tugas pengaturan, OJK mempunyai wewenang:
1.     menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;
2.     menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
3.     menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
4.     menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
5.     menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
6.  menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
7. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
8.     menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
9.   menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Untuk melaksanakan tugas pengawasan, OJK mempunyai wewenang:
1.     menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
2.  mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
3.  melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
4. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
5.     melakukan penunjukan pengelola statuter;
6.     menetapkan penggunaan pengelola statuter;
7. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
8.     memberikan dan/atau mencabut:
1.     izin usaha;
2.     izin orang perseorangan;
3.     efektifnya pernyataan pendaftaran;
4.     surat tanda terdaftar;
5.     persetujuan melakukan kegiatan usaha;
6.     pengesahan;
7.     persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
8.    penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Dewan Komisioner
Dewan Komisioner adalah pimpinan tertinggi OJK yang bersifat kolektif dan kolegial. Dewan Komisioner beranggotakan 9 (sembilan) orang anggota yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Susunan Dewan Komisioner terdiri atas:
1.     seorang Ketua merangkap anggota;
2.     seorang Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota;
3.     seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota;
4.     seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota;
5. seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota;
6.     seorang Ketua Dewan Audit merangkap anggota;
7.     seorang anggota yang membidangi edukasi dan perlindungan Konsumen;
8.  seorang anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia; dan
9.   seorang anggota Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan.

KEBIJAKAN – KEBIJAKAN YANG DI KELUARKAN OLEH OJK
Kebijakan ini mengacu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/15/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Perlakuan Khusus terhadap Kredit Bank bagi Daerah-daerah Tertentu di Indonesia yang Terkena Bencana Alam. Kebijakan ini meliputi:
1.     Penilaian Kualitas Kredit
Penetapan Kualitas Kredit dengan plafon maksimal Rp 5 miliar hanya didasarkan atas ketepatan membayar. Sementara itu, bagi Kredit dengan plafon di atas Rp 5 miliar, penetapan Kualitas Aset tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku, PBI No. 14/15/PBI/2013 tentang Penilaian Kualitas Aset bagi Bank Umum.
2.     Kualitas Kredit yang Direstrukturisasi
Kualitas Kredit bagi Bank Umum maupun BPR yang direstrukturisasi akibat bencana alam ditetapkan Lancar sejak restrukturisasi sampai dengan tiga tahun setelah terjadinya bencana. Restrukturisasi Kredit tersebut dapat dilakukan terhadap Kredit yang disalurkan baik sebelumm, maupun sesudah terjadinya bencana.
3.     Pemberian Kredit Baru Terhadap Debitur yang Terkena Dampak Bencana
Bank dapat memberikan Kredit baru bagi debitur yang terkena dampak bencana alam. Penetapan Kualitas Kredit baru tersebut dilakukan secara terpisah dengan Kualitas Kredit yang telah ada sebelumnya.
4.     Pemberlakuan untuk Bank Syariah
Perlakuan khusus terhadap daerah yang terkena bencana alam berlaku juga bagi penyediaan dana berdasarkan prinsip syariah yang mencakup pembiayaan (mudharabah dan musyarakah), piutang (murabahah, salam, istishna), sewa (ijarah), pinjaman (qardh), dan penyediaan dana lain.
Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan kebijakan yang menetapkan Manado dan beberapa kecamatan di Kabupaten Karo sebagai daerah yang mendapatkan perlakukan khusus terhadap kredit perbankan. OJK memperkirakan bencana alam letusan Gunung Sinabung dan banjir bandang di  Manado akan memberikan dampak yang signifikan terhadap kinerja perbankan dan perekonomian di daerah setempat.
Untuk itu, OJK melihat perlunya upaya-upaya khusus demi mempercepat pemulihan kinerja perbankan dan kondisi perekonomian pascabencana alam tersebut. Hal ini adalah  kelanjutan kebijakan yang memberikan perlakuan khusus terhadap kredit yang disalurkan untuk debitur, atau proyek yang berada di lokasi distressed area.
Daerah yang ditetapkan untuk mendapatkan perlakuan khusus terhadap kredit bank adalah Manado dan empat kecamatan di Kabupaten Karo: Kecamatan Payung, Kecamatan Nawantran, Kecamatan Simpang Ampat, dan Kecamatan Tiganderket
Kebijakan ini berlaku selama tiga tahun terhitung sejak terjadinya bencana (Manado, 15 Januari 2014 dan Sinabung sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Dewan Komisioner OJK).

5 arah kebijakan OJK kembangkan IKNB syariah

Dalam situs resminya, kemarin, OJK menyebut,
1.     pihaknya akan melakukan pengembangan dan penerapan sistem pengawasan berbasis risiko pada IKNB syariah. Selama ini, pengawasan berbasis risiko telah diterapkan pada sektor dana pensiun. Namun, ke depan, regulator akan menerapkan model pengawasan ini kepada seluruh pelaku IKNB, termasuk IKNB syariah. Kegiatan ini sudah dimulai tahun lalu dan akan dilanjutkan tahun ini.
2.     OJK mencatat, pengembangan produk IKNB syariah. Menurut OJK, keterbatasan akses masyarakat terhadap produk jasa keuangan non bank syariah dapat menjadi salah satu kendala bagi pertumbuhan industri. Keterbatasan akses itu dapat disebabkan keterbatasan jenis produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Untuk itu, OJK akan memfasilitasi pelaku industri dalam melakukan inovasi produk jasa keuangan keuangan non bank syariah. Dengan kondisi saat ini, OJK menetapkan prioritas untuk pengembangan asuransi mikro syariah, dana pensiun syariah dan pembiayaan berbasis syariah.
3.     peningkatan koordinasi dengan pemangku kepentingan, seperti Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia, asosiasi industri, lembaga penelitian, asosiasi profesi, dan lembaga yang bergerak di bidang syariah dan pihak lain. Bahkan, OJK membentuk Komite Pengembangan Jasa Keuangan Syariah.
4.     peningkatan program edukasi dan sosialisasi. Menurut OJK, tingkat literasi sektor asuransi sebesar 17,84%. Hal ini mengindikasikan masih sangat perlunya edukasi dan sosialisasi untuk memperkenalkan IKNB syariah kepada masyarakat, termasuk produk, layanan, potensi dan karir di IKNB syariah.
5.     peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya insani di bidang IKNB syariah. Sumber daya yang kompeten dalam jumlah yang cukup sangat diperlukan untuk melakukan inovasi yang mendukung perkembangan industri ini.

Kebijakan OJK Menerapkan Suku Bunga Atas Perbankan 9,5%

Dengan maraknya persaingan suku bunga deposito yang terjadi khususnya pada bank-bank besar, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan kebijakan berlaku tanggal 1 Oktober 2014 untuk meningkatkan upaya pengawasan terhadap penghimpunan dana dan likuiditas perbankan dalam penerapan batas atas atau capping bunga deposito pada bank besar.
Hal ini dilakukan oleh OJK agar tidak terjadi perang suku bunga. Tingginya suku bunga berdampak pada tingginya biaya yang mengakibatkan perlambatan ekspansi kredit dan peningkatan risiko kredit. Untuk bank menengah suku bunga yang ditetapkan 9,75 %, sedangkan pada bank besar suku bunga yang ditetapkan sebesar 9,5%.
Kebijakan OJK menurunkan suku bunga deposito 0,25% pada Agustus 2014 ternyata tidak berpengaruh terhadap penyerapan deposito pada perbankan besar seperti pada Bank Central Asia yang justru menambah nasabah untuk menyimpan dana di BCA dimana sampai dengan 14 Oktober 2014 sejak kebijakan ini diterapkan ada sebesar Rp 4,9 triliun deposito yang berhasil terhimpun ungkap Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur BCA.

Sampai saat ini BCA belum memiliki rencana untuk menurunkan suku bunga deposito lagi karena angka masih dibawah pasar. Untuk kebijakan ini OJK akan melakukan monitoring dan review secara berkala serta akan menerapkan supervisory action terkait konsistensi implementasinya.

TEORI KLASIK DAN TEORI MODERN (FEKON UNKHAIR 2012)

TEORI KLASIK

1.Kemanfaatan relatif (comparatif advantage : J, S MILL)
Teori ini menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki komparatife advantege terbesar dan mengimpor barang yang meiliki disadvantage, yaitu suatu barang yang dapat di hasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar.
Teori ini pada dasarnya menyatakan bahwa nilai suatu barang di tentukan oleh banyaknya tanaga kerja yang di curahkan un tuk memproduksi barang tersebut. Makin banyak tenaga kerja yang di curahkan untuk memproduksi suatu barang , makin mahal barang tersebut. J.S. MILL memberikan contoh sebagai berikut :

Tabel, produksi 10 orang dalam 1 minggu.


Amerika
Inggris
Gandum
6. bakul
2. bakul
Pakaian
10. yards
6. yards




Menurut teori absulut advantage maka tidak akan timbul perdagangan antara amerika dan inggris karena absolut advantage untuk memproduksi gandum dan pakaian ada pada amerika semua. Tetapi bagi J.S MILL yang penting bukan absolut advantage, tetapi comparatif advantage. Besarnya advantage untuk :
Amerika        _ dalam produksi gandum 6 bakul di banding 2 bakul dari ingris atau
= 3 : 1
          _ dalam produksi pakaian 10 yards di banding 6 yards dari inggris atau =(5/3 :1)
Disini amerika memiliki comparitif advantage pada produksi gandum yakni (3 : 1) lebih besar dari ( 5/3 : 1 )
Inggris            _ dalam produksi gandum 2 bakul di banding 6 bakul dari amerika atau         = 1/3 : 1
                        _ dalam produksi pakaian 6 yards di banding 10 yards dari amerika atau    3/5 : 1
Disini inggris memiliki comparatif advantage pada produksi pakaian yakni (3/5 : 1) lebih besar dari (1/3 : 1). Oleh karena itu perdagangan akan timbul antara amerika dengan inggris, yakni amerika akan berspesialisasi pada produksi gandum dan menukarkan sebagaian gandumnya dengan pakaian dari inggris. Dasar nilai pertukaran ( terms of trade ) di tentukan dengan batas-batas nilai tukar masing-masing barang di dalam negeri yakni:
Untuk gandum harga dalam negeri di ;
_ amerika adalah 6 bakul = 10 yards, jadi 1 b = 1 2/3 y.
_ inggris adalah 2 bakul = 6 yards, jadi 1 b = 3 y.
Dengan demikian untuk gandum terms of tradenya adalah 1 2/3< n < 3.
Untuk pakaian harga dalam negeri di :
_ amerika adalah 10 yards = 6 bakul. Jadi 1 y = 3/5 b.
_ inggris adalah 6 yards = 2 bakul, jadi 1 y = 1/3 b.
Untuk pakaian terms of tradenya adalah : 1/3 < n < 3/5.
Pertukaran akan menguntungkan kedua belah pihak apabila nilai tukar untuk :
Gandum                      1 2/3 < n < 3
Pakaian                       1/3 < n < 3/5
Sebagai contoh dalam pertukaran nilai tukarnya adalah 1 bakul = 2 yards, maka keuntungan karena perdagangan (gains from trade) untuk tiap :
1 bakul gandum :      amerika adalah 2 y -1 2/3 y = 1/3 y
                                    Inggris adalah 3y -2y = 1y
1 yards pakaian :       amerika adalah 3/5b- 1/2b = 1/10            b.
                                    Inggris adalah 1/2b - 1/3b = 1/6b.
Apabila nilai tukar dalam perdagagnan itu sama dengan harga di dalam negeri salah satu negara, maka keuntungan karena perdagangan (gains of trade) tersebut hanya ada pada satu negara saja.
Dengan demikian maka teori comparatife advantage dapat menerangkan berapa nilai tukar dan berapa keuntungan karena pertukaran di mana kedua hal ini tidak dapat di terangkan oleh teori absolute advantage.

2. Biaya relatif (compartife cost ; david ricardo)
Titik pangkal teori ricardo tentang perdagangan internasional adalah teori tentang nilai/value. Menurut dia nilai/value sesuatu barang tergantung dari banyaknya tenaga kerja yang di curahkan untuk memproduksi barang tersebut (labor cost value theory). Perdagangan antar negara akan timbul apabila masing-masing negara memiliki comparatif cost yang terkecil sebagai contoh di kemukakan sebagai berikut

Tabel, banyaknya hari kerja yang di butuhkan untuk memproduksi.

Anggur 1 botol

Pakaian 1 yards

Portugis
3 hari
4 hari
Inggris
6 hari
5 hari

Besarnya comparative cost adalah :
Portugis untuk anggur         3/6 < 4/5 atau ¾ <6 o:p="">
Inggris untuk pakaian           5/4 < 6/3 atau 5/6 < 4/3
Dalam ini portugis akan berspesialisasi pada produksi anggur, sedangkan inggris pada produksi pakaian. Pada nilai tukar 1 botol anggur 3 hari kerja untuk 1 yard pakaian yang kalau di produksinya sendiri memerlukan waktu 4 hari kerja.
Inggris juga akan beruntung dari pertukaran,. Dengan spesialisasi pada produksi pakaian dan di tukar dengan anggur maka untuk memperoleh 1 botol anggur hanya di korbankan 5 hari kerja yang kalau di produsirnya sendiri memerlukan waktu 6 hari kerja.
Dengan demikian prinsip comparative cost ricardo dapat di rumuskan sebagai berikut ;
Jika a1 dan b1 adalah unit labor cost untuk produksi barang A dan B di negar I, dan a2 dan b2 adalah unit labor cost d negara II, maka negar i akan mengekspor barang A  dengan impor barang B jika ;
            A1 /  b1 < a2/ b2 atau
            A1 / b1  < b1 / b2
Artinya sebelum berdgang barang A relatif lebih murah di negara I dan barang B lebih murah di negara II
Pada dasarnya teori comparative cost dan comparative advantage itu sama, hanya kalau pada teori :
_ comparative advantage untuk sejumlah tertantu tenaga kerja di masing-masing  negara ouputnya berbeda.
_sedangkan compartive cost, untuk sejumlah ouput tertentu, waktu yang di butuhkan berbeda anatar satu negara dengan negara lain.
Teori-teori klasik tersebut disusun berdasarkan beberapa anggapan, antara lain :
Hanya ada 2 negara, 2 barang,  keadaan full employment, persaingan sempurna, mobilitas dalam negar yang tinggi dari faktor-faktor produksi (tenaga kerja dan kapital)



Teori Modern

*      Teori permintaan dan penawaran
pada prinsipnya perdagangan antara 2 negara itu timbul karena adanya perbedaan di dalam permintaan maupun penawaran. Permintaan ini berbeda misalnya, karena perbedaan pendapatan dan selera. Sedangkan perbedaan penawaran misalnya, di karenakan perbedaan di dalam jumlah dan kualitas faktor-faktor produksi, tingkat teknologi dan eksternalitas. Anggapan yang di gunakan dalam analisa ini adalah,
a, persaingan sempurna
b. faktor produksi tetap
c. tidak ada ongkos angkut
d. kesempatan kerja penuh
e. tidak ada perubahan teknologi
f. produksi dengan ongkos yang menaik (increasing cost of production)
g. tidak ada pemindahan kapital

sebelum terjadinya perdagangan internasional harga wool di australia adalah Pa, di mana kurva penawaran berpotongan dengan kurva permintaan; sedangkan harga wool di inggris adalah pe . harga di inggris lebih tinggi dari australia. Jika produksi dengan keadaan constant cost, maka australia dapat menjual woolnya dengan jumlah yang tidak terbatas pada harga pa, sedangkan inggris tidak dapat menjual wool satu unit pun denga harga yang lebih rendah dari pada Pe. Jadi dengan berdagang, kalau keadaannya itu constant cost, maka akan terjadi spealisasi, wool hanya akan di hasilkan di australia saja dan inggris mengimpor sejumlah OL pada harga Pa. Tetap apabila produksi dengan increasing cost, mka produksi di australia akan naik untuk memenuhi permintaan dari inggris. Kenaikan produksi in akan menaikan ongkos perunit, sehingga harga harga akan naik. Sebalknya bagi inggris, produksi akan turun karena sebagian dari pada wool di impor dari australa sehingga harga akan  turun. Proses penyesuaian ini akan berjalan terus sampa jumlah yang di ekspor oleh australia (AB) sama dengan jumlah yang di impor oleh inggris (FC) dan harga yang terjadi adalah P.
Apabila faktor ongkos angkut di perhatikan akan menyebabkan harga yang akan terjadi di kedua negara tersebut tidak sama ; perbedaan sebesar ongkos angkut tersebut.

Perbedaan ongkos angkut sebesar Pa’Pe akan menyebabkan volume perdagangan lebih kecil; yakni ekspor wool australia ( A’B’) sama dengan impor oleh inggris ( F’G’). Jadi dapatlah di simpulkan bahwa ongkos angkut akan menyebabkan harga tidak sama di kedua negara dan volume perdagangannya makin kecil.